Makassar, Rumahrakyat.news – Komisi C DPRD Kota Makassar mengadakan
rapat dengar pendapat (RDP) pada Jumat (28/2/2025) guna menyikapi permasalahan
antara pemilik Kafe Startup Day dan warga Kompleks PT Pusri di Jalan Asoka.
Rapat ini digelar sebagai bentuk tindak lanjut atas permintaan mediasi dari
pemilik usaha, menyusul adanya penolakan dari warga sekitar meski kafe tersebut
telah beroperasi selama sembilan bulan.
Anggota Komisi C, Sangkala Saddiko, mengaku prihatin
dengan keberatan warga yang baru mencuat setelah cukup lama usaha tersebut
berjalan. Ia menilai bahwa jika memang terdapat permasalahan terkait legalitas
atau dampak lingkungan, seharusnya hal itu direspons sejak awal, bukan setelah
nyaris setahun beroperasi. “Kalau memang ada pelanggaran, kenapa tidak ditindak
dari awal?” ujarnya.
Sangkala juga menyinggung kesulitan ekonomi yang kini
menimpa pemilik kafe, yang diketahui adalah kelompok mahasiswa. Mereka
diketahui memulai bisnis ini dengan mengajukan pinjaman bank senilai Rp800 juta
dan kini harus menghadapi beban cicilan rutin tiap bulan. “Sekarang usaha
mereka terancam tutup, dan itu sangat berat bagi mereka secara finansial,”
ucapnya.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Makassar, Fasruddin Rusli,
turut menyampaikan pentingnya mendorong pelaku usaha muda dan pelaku UMKM. Ia
juga menyesalkan kurangnya koordinasi awal antara pemilik kafe dan warga
sekitar. “Seharusnya sebelum usaha dimulai, ada dialog dengan masyarakat.
Sekarang persoalannya sudah berkembang, tidak adil jika usaha langsung ditutup
tanpa ada solusi,” tegas Fasruddin.
Dalam rapat tersebut, juga terungkap bahwa beberapa
dokumen izin usaha belum dilengkapi. Namun, menurut keterangan Sangkala, para
pemilik usaha menjadi ragu untuk melanjutkan proses perizinan lantaran
menghadapi penolakan dari warga. “Sebenarnya mereka sudah memulai proses
pengurusan izin, tetapi keberatan dari lingkungan sekitar membuat mereka tidak
yakin untuk melanjutkan,” jelasnya.
Komisi C menilai keberadaan Kafe Startup Day bisa
memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD) serta
membuka peluang kerja. Karena itu, DPRD mendorong agar usaha tersebut tetap
diberi kesempatan untuk beroperasi, asalkan tetap patuh pada ketentuan yang
berlaku dan memperbaiki komunikasi dengan warga. “Perlu ada jalan tengah yang
bisa disepakati bersama agar usaha ini bisa berjalan, tanpa mengganggu
kenyamanan lingkungan,” tutup Fasruddin.
