HUKUM

Yudhiawan Warning Personel Polisi

Makassar, Rumahrakyat.news - Peredaran kosmetik yang diduga ilegal serta mengandung bahan kimia berbahaya menjadi perhatian utama Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Tiga pemilik perusahaan kosmetik yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan guna menjalani proses persidangan. Sementara itu, isu keterlibatan oknum polisi dalam melindungi bisnis kosmetik ilegal mendapat peringatan keras dari jajaran kepolisian di daerah ini.


Personel kepolisian di Sulawesi Selatan diingatkan agar tidak menjalin kerja sama dengan pengusaha kosmetik ilegal yang diduga mengandung merkuri. Peringatan ini disampaikan langsung oleh Kapolda Sulawesi Selatan, Inspektur Jenderal Yudhiawan, menanggapi kabar yang beredar di masyarakat mengenai adanya oknum aparat yang diduga memberikan perlindungan terhadap produsen kosmetik berbahaya.


"Jangan coba-coba bermain curang! Sanksi tegas menanti bagi siapa saja yang berani melanggar," tegas Yudhiawan saat menerima kunjungan silaturahmi dari direksi Harian Rakyat Sulsel di Markas Polda Sulsel, Selasa (14/1/2025).


Menurutnya, mendeteksi keterlibatan anak buahnya dalam praktik tersebut bukanlah hal sulit.


"Saya cukup mengambil perangkat komunikasi pelaku, menyedot datanya, dan jika ada aliran dana mencurigakan, maka siap-siap saja menerima konsekuensinya. Ini hal yang mudah bagi saya, kebetulan ilmu saya dari KPK masih ada," ujarnya dengan nada bercanda.


Sebelumnya, Polda Sulsel telah menetapkan tiga pemilik bisnis kosmetik sebagai tersangka atas dugaan penggunaan merkuri dalam produk mereka. Ketiganya adalah Mira Hayati (MH), Mustadir DG Sila (FF) yang merupakan suami dari Fenny Frans, serta Agus Salim (RG).


Mereka diduga melanggar beberapa ketentuan dalam regulasi terkait perlindungan konsumen dan kesehatan, di antaranya Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 1 huruf a dan d dalam Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 35 jo Pasal 138 serta Pasal 136 ayat 1 dan 2 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.


Yudhiawan memastikan bahwa dalam waktu dekat, para tersangka akan segera diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.


"Kasus kosmetik ilegal ini sudah masuk tahap P21, artinya berkas perkara telah lengkap. Kejaksaan telah memberikan persetujuan dua hari lalu," jelasnya.


Namun, ia juga mengungkapkan alasan mengapa tersangka belum ditahan. Salah satu faktornya adalah pertimbangan kemanusiaan karena ada di antara mereka yang mengalami kondisi kesehatan tertentu.


"Salah satu tersangka muntah darah, yang lainnya dalam kondisi hamil. Kalau salah satu tidak ditahan, maka lainnya pun diperlakukan sama. Itulah pertimbangannya," tambah Yudhiawan.


Menurut Yudhiawan, dalam menjalankan aksinya, para tersangka menggunakan trik khusus untuk mengelabui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Mereka menyerahkan sampel produk yang aman, sementara produk yang sebenarnya beredar di pasaran mengandung bahan berbahaya seperti merkuri.


"Produk yang dikirim ke BPOM bebas merkuri karena diambil dari Jawa. Namun, yang dijual justru mengandung merkuri agar konsumen mendapatkan hasil instan, misalnya kulit cepat putih. Padahal, dalam jangka panjang, efeknya bisa merusak kulit secara permanen," ungkapnya.


Hasil uji laboratorium BPOM Makassar terhadap 67 sampel produk kosmetik mengungkap adanya kandungan bahan berbahaya yang melebihi batas aman. Beberapa produk yang terindikasi mengandung zat berbahaya di antaranya adalah FF Day Cream Glowing, FF Night Cream Glowing, RG Raja/Ratu Glow My Body Slim, MH Lightening Skin, dan MH Cosmetic Night Cream.


Meski ada banyak produk yang terdeteksi berbahaya, hanya tiga pemilik usaha yang resmi dijadikan tersangka dalam kasus ini.


Di sisi lain, Komisi E DPRD Sulawesi Selatan menggelar rapat dengar pendapat bersama sejumlah organisasi masyarakat guna membahas peredaran kosmetik ilegal di wilayah ini. Rapat tersebut dihadiri oleh Kepala BPOM Makassar, Hariani; Direktur Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Dedi Supriyadi; Plh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel, Since Erna Lamba; Kadis Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar; serta perwakilan dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara.


"Rapat ini membahas maraknya peredaran kosmetik berbahaya yang tidak memiliki izin edar," kata anggota Komisi E DPRD Sulsel, Muhammad Irfan.


Menurut Irfan, pihaknya menanggapi aspirasi dari organisasi masyarakat yang merasa resah dengan beredarnya kosmetik ilegal di pasaran. Tujuan dari diskusi ini adalah menggali informasi lebih dalam dari berbagai pihak terkait dan menyusun langkah konkret untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk produk berbahaya.


"Harapannya, pertemuan ini bisa menghasilkan solusi yang konkret dan bisa diterapkan, termasuk meningkatkan pengawasan serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat," imbuhnya.


Salah satu organisasi masyarakat, Forum Merah Putih, mendesak agar pihak berwenang menindak tegas pelaku usaha yang melanggar izin edar dan menggunakan bahan berbahaya dalam produk kosmetik mereka. Perwakilan tim hukum Forum Merah Putih, Adiarsa, bahkan mengajak anggota DPRD Sulsel untuk melakukan inspeksi mendadak ke pabrik-pabrik kosmetik yang dicurigai memproduksi barang ilegal.


"Saya yakin sebagian besar anggota dewan belum pernah melihat langsung bagaimana kondisi pabrik-pabrik kosmetik ini," ujar Adiarsa.


Dia juga mempertanyakan bagaimana alur penerbitan izin edar dari BPOM, mengingat banyak produk yang mengandung merkuri dan hidrokuinon justru tetap beredar di pasaran.


"Begitu izin edar keluar dari BPOM, pengusaha kosmetik sering kali memproduksi isian produk secara mandiri tanpa pengawasan ketat," tambahnya.


Sementara itu, Direktur Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Dedi Supriyadi, menegaskan bahwa ketiga tersangka akan segera menghadapi proses hukum di pengadilan.


"Kasus ini sudah P21. Silakan dicek langsung, kami pastikan kasusnya akan terus berjalan," ujar Dedi.


Di sisi lain, Kepala BPOM Makassar, Hariani, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada 11 merek kosmetik yang ditindak oleh pihaknya.


"Kami tidak bisa bergerak sendiri. Oleh karena itu, kami butuh kerja sama dengan pihak kepolisian untuk menangani kasus ini," jelasnya.


Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menyatakan bahwa pihaknya telah berulang kali melakukan upaya pencegahan terhadap produk kosmetik berbahaya.


"Kami bahkan beberapa kali menjadi saksi ahli dalam persidangan terkait kasus kosmetik ilegal," beber Ishaq.


Sebagai langkah konkret, Plh Kadis Perindag Sulsel mengusulkan pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai elemen masyarakat guna menangani persoalan peredaran kosmetik berbahaya.


"Tim terpadu ini sangat diperlukan untuk memastikan pengawasan yang lebih ketat terhadap industri kosmetik di daerah ini," pungkasnya.